MLM Disayang, MLM Ditentang
Bonus yang Diharap, Duka yang DidapatJakarta - Bisnis Multi Level Marketing (MLM) tidak melulu berisi kisah sukses orang-orang yang meraup bonus ratusan juta rupiah. Banyak juga pegiat MLM bergelimpangan bahkan merasa sudah terjadi penipuan. Tidak ada salahnya kita waspada, sebelum ikut menggeluti MLM.
Berbagai jenis MLM meramaikan Indonesia sejak 1980-an. Data dari Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mencatat ada sekitar 60 MLM yang bergerak di Indonesia dan bergabung dengan APLI. Sebut saja misalnya Tianshi, CNI, K-Link dan lain-lain. Total penggiat MLM diperkirakan mencapai jutaan orang. Barang yang dijual mulai produk kesehatan sampai aksesoris. Namun ternyata tidak semua MLM bergabung dengan APLI.
Travel Ventures International (TVI) misalnya, MLM asal Inggris ini baru saja masuk ke Indonesia sejak Desember 2009. Namun MLM asal Inggris ini tidak bergabung dengan APLI, meskipun anggotanya sudah mencapai 47.000 orang. TVI memang banyak bergerak langsung secara online di internet.
"Jaringan kita adalah jaringan agen travel yang ada di seluruh dunia. Karena itu kami melakukan bisnis secara online," jelas Ni Komang, leader TVI Express Indonesia saat ditemui detikcom di Jakarta, Rabu (21/4/2010).
Karena tidak bertatap muka langsung dengan para anggota jaringannya, TVI tidak merasa wajib bergabung dengan APLI, sebagai wadah resmi MLM yang beroperasi di Indonesia. Meski demikian, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat, MLM harus bergabung dengan APLI untuk melindungi para anggota jaringannya. Tujuannya jika sewaktu-waktu ada masalah, anggota dari MLM itu ada wadah untuk melapor.
"Selama ini kalau ada konsumen yang komplain dengan bisnis MLM bisa melapor ke APLI. Tapi jika MLM itu tidak masuk APLI, akan kemana member mengadu jika merasa dirugikan," cetus Sudaryatmo dari YLKI, Kamis (22/4/2010).
Dalam penelusuran detikcom dari situs pengaduan online www.complaintsboard.com, banyak juga pegiat berbagai jenis MLM yang merasa menjadi korban, termasuk juga TVI. "Saya seharusnya dapat US$ 10.000. Tapi sudah 20 hari uangnya masih disimpan perusahaan (TVI) dan tidak diberikan," kata Ramsam saat menyampaikan keluhan pada 9 Desember 2009.
Namun, seorang anggota TVI Indonesia, Tommy, merasa bergabung dengan TVI justru tidak ada masalah. "Saya sudah mendapatkan uang US$ 10.000. Bila jaringan saya aktif maka uang sebesar itu akan bisa saya dapatkan lagi secara cepat," jelas Tommy dalam perbincangan dengan detikcom.
Oleh karena itu, YLKI juga mengingatkan, MLM kerap mengklaim punya jaringan internasional atau punya basis utama di luar negeri. Masyarakat harus berhati-hati, jangan sampai keluhan yang timbul tidak bisa diadukan lantaran terbentur dengan batas hukum suatu negara. Akibatnya masyarakat yang menjadi korban.
"Misalnya, jika MLM ini dibentuknya di Inggris secara otomatis member yang berasal dari Indonesia tidak bisa menjeratnya dengan hukum Indonesia jika merasa dirugikan. Sebab hukum di Inggris dan Indonesia berbeda. Ada kasus MLM peternakan burung onta di China, yang sempat merugikan member asal Indonesia. Mereka akhirnya tidak bisa berbuat banyak, meskipun dirugikan oleh MLM asal China tersebut," beber Sudaryatmo.
Untuk mengantisipasi kerugian, Daryatmo kemudian meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam memilih bisnis MLM. Sebab bisa-bisa para anggota bukannya mendapat untung malah tekor. Apalagi saat ini banyak pelaku penipuan berupaya memperdaya masyarakat dengan kedok bisnis MLM.
Belum lama ini, sebanyak 175 mahasiswa menjadi korban penipuan berkedok MLM. Kerugian yang diderita para mahasiswa tersebut mencapai miliaran rupiah. Pelaku penipuan itu kemudian diketahui bernama Indra Giri, seorang mahasiswa IPB. Menurut Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Irwansyah kepada wartawan, beberapa waktu lalu, modus operandi yang dilakukan Indra berupa ajakan kerjasama usaha MLM berupa souvenir dengan keuntungan 100-150 persen. Saat ini mahasiswa tersebut sudah ditahan di Polres Bogor.
Untuk menghindari jadi korban penipuan, kata Sudaryatmo, masyarakat yang tertarik berbisnis MLM sebaiknya harus meneliti dulu MLM yang akan diikutinya. Setidaknya bertanya dulu ke APLI untuk terhindar dari sasaran pelaku penipuan berkedok MLM. Tidak ada salahnya waspada sebelum menjadi korban
Berbagai jenis MLM meramaikan Indonesia sejak 1980-an. Data dari Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) mencatat ada sekitar 60 MLM yang bergerak di Indonesia dan bergabung dengan APLI. Sebut saja misalnya Tianshi, CNI, K-Link dan lain-lain. Total penggiat MLM diperkirakan mencapai jutaan orang. Barang yang dijual mulai produk kesehatan sampai aksesoris. Namun ternyata tidak semua MLM bergabung dengan APLI.
Travel Ventures International (TVI) misalnya, MLM asal Inggris ini baru saja masuk ke Indonesia sejak Desember 2009. Namun MLM asal Inggris ini tidak bergabung dengan APLI, meskipun anggotanya sudah mencapai 47.000 orang. TVI memang banyak bergerak langsung secara online di internet.
"Jaringan kita adalah jaringan agen travel yang ada di seluruh dunia. Karena itu kami melakukan bisnis secara online," jelas Ni Komang, leader TVI Express Indonesia saat ditemui detikcom di Jakarta, Rabu (21/4/2010).
Karena tidak bertatap muka langsung dengan para anggota jaringannya, TVI tidak merasa wajib bergabung dengan APLI, sebagai wadah resmi MLM yang beroperasi di Indonesia. Meski demikian, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berpendapat, MLM harus bergabung dengan APLI untuk melindungi para anggota jaringannya. Tujuannya jika sewaktu-waktu ada masalah, anggota dari MLM itu ada wadah untuk melapor.
"Selama ini kalau ada konsumen yang komplain dengan bisnis MLM bisa melapor ke APLI. Tapi jika MLM itu tidak masuk APLI, akan kemana member mengadu jika merasa dirugikan," cetus Sudaryatmo dari YLKI, Kamis (22/4/2010).
Dalam penelusuran detikcom dari situs pengaduan online www.complaintsboard.com, banyak juga pegiat berbagai jenis MLM yang merasa menjadi korban, termasuk juga TVI. "Saya seharusnya dapat US$ 10.000. Tapi sudah 20 hari uangnya masih disimpan perusahaan (TVI) dan tidak diberikan," kata Ramsam saat menyampaikan keluhan pada 9 Desember 2009.
Namun, seorang anggota TVI Indonesia, Tommy, merasa bergabung dengan TVI justru tidak ada masalah. "Saya sudah mendapatkan uang US$ 10.000. Bila jaringan saya aktif maka uang sebesar itu akan bisa saya dapatkan lagi secara cepat," jelas Tommy dalam perbincangan dengan detikcom.
Oleh karena itu, YLKI juga mengingatkan, MLM kerap mengklaim punya jaringan internasional atau punya basis utama di luar negeri. Masyarakat harus berhati-hati, jangan sampai keluhan yang timbul tidak bisa diadukan lantaran terbentur dengan batas hukum suatu negara. Akibatnya masyarakat yang menjadi korban.
"Misalnya, jika MLM ini dibentuknya di Inggris secara otomatis member yang berasal dari Indonesia tidak bisa menjeratnya dengan hukum Indonesia jika merasa dirugikan. Sebab hukum di Inggris dan Indonesia berbeda. Ada kasus MLM peternakan burung onta di China, yang sempat merugikan member asal Indonesia. Mereka akhirnya tidak bisa berbuat banyak, meskipun dirugikan oleh MLM asal China tersebut," beber Sudaryatmo.
Untuk mengantisipasi kerugian, Daryatmo kemudian meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam memilih bisnis MLM. Sebab bisa-bisa para anggota bukannya mendapat untung malah tekor. Apalagi saat ini banyak pelaku penipuan berupaya memperdaya masyarakat dengan kedok bisnis MLM.
Belum lama ini, sebanyak 175 mahasiswa menjadi korban penipuan berkedok MLM. Kerugian yang diderita para mahasiswa tersebut mencapai miliaran rupiah. Pelaku penipuan itu kemudian diketahui bernama Indra Giri, seorang mahasiswa IPB. Menurut Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Irwansyah kepada wartawan, beberapa waktu lalu, modus operandi yang dilakukan Indra berupa ajakan kerjasama usaha MLM berupa souvenir dengan keuntungan 100-150 persen. Saat ini mahasiswa tersebut sudah ditahan di Polres Bogor.
Untuk menghindari jadi korban penipuan, kata Sudaryatmo, masyarakat yang tertarik berbisnis MLM sebaiknya harus meneliti dulu MLM yang akan diikutinya. Setidaknya bertanya dulu ke APLI untuk terhindar dari sasaran pelaku penipuan berkedok MLM. Tidak ada salahnya waspada sebelum menjadi korban